Thursday, November 1, 2012

Resume Hakikat Kurikulum. Filsafat Pendidikan Islam.

Assalamu'alaikum..
kawan ni ada makalah tentang Filsafat Pendidikan Islam (Hakekat Kurikulum). semoga bermanfaat.
jangan lupa cantumkan situsnya yahh sebagai referensi.. etsss tinggalkan koment5nya yahhh..


RESUME
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
1.      Hakikat Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu: (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang sempit atau sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang kurikulum, terutama yang berkembang di negara negara maju, maka akan ditemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah.
Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
2.      Dasar Kurikulum
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu).
Herman H. Horne memberikan dasar kurikulum dengan tiga macam, yaitu:7
  1. Dasar psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan peserta didik (the ability and needs of children).
  2. Dasar sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan sah dari masyarakat (the legitimate demands of society)
  1. Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we li live)
3.      Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu:8
  1. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Karena itu, siswa pun harus memiliki kemam puan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
  1. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi Integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
  1. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function)
Fungsi Diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
  1. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi Persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

  1. Fungsi Pemilihan (the selective function)
Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
  1. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi Diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Jika siswa sudah mampu memahami kekuatan kekuatan dan kelemahan kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

Makalah Tafsir Al-Imran 159

assalamu'alaikum..
kawan-kawan, nih sekedar membantu tugasnya. saya punya makalah tentang Tafisr Al-Imran 159. semoga makalah ini dapat membantu yahh..

JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENT YAAAA,,



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wawancara konseling mungkin merupakan wawancara yang paling sensitif dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara konseling tidak akan terjadi kecuali bila ada seseorang yang merasa tidak mampu menangani sendiri problemnya dan memerlukan bantuan orang lain atau konselor yang menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Masalah yang dihadapi mungkin saja bersifat sangat pribadi misalnya persoalan-persoalan keuangan, seks, stabilitas emosional, kesehatan fisik, pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita atas kematian teman dan anggota keluarga.
Konseling merupakan kegiatan yang mengandung suatu proses komunikasi antar pribai, yang berlangsung melalui komunikasi verbal dan nonverbal dengan menciptakan kondisi dialogis. Penerimaan, penghargaan, keikhlasan, kejujuran dan perhatian yang murni (facilitative condition) dari konselor sangat dituntut, sehingga klien merasa nyaman dan memungkinkannya dapat mengungkapkan dan mengekspresikan persoalan, pemahaman, kenyataan dan pengalaman hidup. Maka dibutuhkan satu keterampilan agar konselor dapat memberikan tanggapan verbal dan aneka reaksi nonverbal ketika berhadapan dengan klien.
B.     Permasalahan
Dari uraian diatas, maka penulis akan lebih merincikan tentang :
1.      Apakah garis besar wawancara ?
2.      Bagaimana praktik wawancara konseling ?
3.      Bagaiamanakah cara pemakaian bahasa nonverbal ?
4.      Bagaiaman cara mengakhiri wawancara konseling ?





BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses konseling, wawancara dapat digunakan sebagai aplikasi dari metode komunikasi langsung, diaman konselor melakukan komnikasi langsung (tatap muka) dengan klien. Metode ini juga disebut metode individual, yang mana konselor melakukan komunikasi langsung secara individual dengan konseli.
A.    Garis besar wawancara
Wawancara akan berjalan dengan baik jika dilakukan dalam situasi yang tdak mengandung ancaman besar bagi peserta wawancara.
Dalam pross wawancara konseling ini berlangsung melalui beberapa proses. Prosesnya antara lain sebagai berikut :
1.      Membuktikan kedua pihak benar-benar mendengarkan penuturan teman berbicaranya.
Dalam hal ini, seorang konselor dan konseli saling mendengarkan dengan baik apa yang mereka kedua tanyakan dan yang mereka berdua katakan. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik maka proses wawancara konseling dapat dilakukan ketahapan selanjunya.
2.      Lingkup kemiripan
Apabila proses kerja yang pertama sudah di ikuti, yaitu membuktikan kedua pihak benar-benar mendengarkan penuturan teman berbicaranya, maka akan lebih mudah untuk mencapai titik berikutnya. Pada titik ini, peserta wawancara  bersedia untuk meneliti posisi yang ditempati teman bicara untuk mencari kebenaran ungkapan yang disampaikan. Sedang proses mencari posisi yang mirip akan lebih mudah jika telah dituruti kedua proses kerja yang mengaawalinya.
B.     Praktik wawancara konesling
Wawancara konseling terdiri dari rangkaian ungkpan dan dialog dari konseli, yang disusul dengan ungkapan balik dari konselor. Dengan begitu, wawancar4a membentuk rangkaian mata rantai, dimana mata rantai terdiri dari suatu ungkapan konselor. Ungkapan konselor berupa tanggapan verbal juga diikuti bahasa nonverbal dimaksudkan untuk membantu konseli, dengan menggunakan satu atau lebih teknik verbal. Ini tergantung dari intensitas konselor terhadap persoalam konseli.
Dalam prosesnya, konselor hanya menunjukkan penerimaan saja (satu teknik), atau menunjukkan satu permintaan dan memantulkan perasaan konseli (dua teknik), atau memantulkan fikiran dan mberikan informasi sert menanyakan al tertentu (tiga teknik). Beberapa ungkapan verbal konselor yang bercorak tata kesopanan atau kesopanan pergaulan sosial, sepetti ucapan “selamat siang”, pada awal perjumpaan dan “selamat berjuimpa” pada akhir wawancara, termasuk dalam teknik konseling verbal.
Teknik konseling yang digunakan tedapat dalam kata-kata yang diucapkannya. Kata-kata itu dapat dituangkan dalam bentuk kombinasi dari pertanyaan yang tersusun dari kalimat tanya dan pernyataan dalam bentuk dukungan. Selain itu, penting untuk diingat bahwa konselor harus hati-hati dalam memulai stau kalimat tanya, baik krtika menggunakan kata, “Mengapa”? atau Kenapa?. Penggunaannya bisa membuat konseli tidak nyaman karena dalam dua kalimat itu terkesan klien sedang diminta pertanggung jawaban oleh konselor.dua kalaimat tanya diatas mengandung makna kalau secara implisit knselor menyatakan keheranan atats apa yang terjadi pada klien. Jika konseli memliki kesan demikian, maka dia akan cenderung menutupi diri, alih-alih membrikan gamabar yang juur mengenai persoalan yangdihadapinya. Penggunaan kalimat tnaya mengapa mengundang kesan bahwa ia sedang diadili, seperti terungkapa dalam pertanyaan “Mengapa kamu mudah menjadi marah?”
Pertanyaan seperti itu akan membuat klien menghindar dan membentengi diri. Misalnya sebuah kata “Mengapa sih kamu terdengar mara?. Bisa diganti dengan “Apa sih yang membuat anda menjadi marfah? Coba jelaskan! Oleh karena itu jauh sebelum membuat daftar pertanyaan, konselor dituntut lebih mahir dalam mengawali proses konseling. Hal ini dimaksudkan ebagai starting point-nya, sehingga proses konseling berjalan komunikatif dan terbuka.
Pada dasarnya dalam proses konseling terdapat trik kusus untuk memancing klien agar memulai memaparkan problemnya. Diantara caranya adalah sebagai berikut :
Pertama, ajakan untuk memulai. Pada fase pembukaan ini, konselor mempersilahkan konseli untuk mnjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Pada tahap ini konselor bisa berkata, “Apa yang inginanda bicarakan sekarang?”, Saya dapat membanrtu dalam hal apa ?, bagaimana saya dapat membantu anda?, katakan apa yang membratkan hatimu. Kiranya ada sesuatau yang ingin anda bicarakan dengan saya?.
Kedua, penerimaan atau penunjukkan pengertian. Dalam hal ini konselor menyatakan pengertiannya, dan atau penerimaan terhadap hal lain ynag terungkap oleh klien. Misalnya “Saya mengerti, “Ya, ya...” atau dengan cara bergumam,”Hmm...” sekaligus konseli dipersilahkan untuk meneruskan bicara.
Ketiga, perumusan kembali fikiran gagasan atau refleksi. Perumusan kembalifikiran gagasn akan melibatkan komponen pengalamaan dan reflekis dalam pesan konseli, disebut pikiran-gagasamn. Seluruh pengalaman, kejadian yang ntelah disampaikan oleh klien tadi kemudian dirumuyskan kembali dalam bentuk: 1. Menggunakan kata-kata klien sendiri (parafase), 2. Menggunakan kata-kata klien (restatement).
Keempat, perumusan kembali perasaan atau refleksi perasaan. Dalam gal ini konselor memantulkan kembali perasaan tentang kejadian artau pengalaman yang diungkapkan oleh klien secara verbal atau nonverbal kepada klien dengan jelas dan eksplisit. Pemantulan perasaan itu dirumuskan dalam bentuk restatement atau dalam bentuk parafase. Adapun yang dipantulkan kembali adalah perasaan yang muncul dari konseli tanpa menambah atau mengurangi.
Contoh :
Klien               : “saya sangat jengkel dengan cara seperti itu”
Konselor          : “saudar sangat dongkol ketika mengalami perlakuan yang demikian”
Kelima, menjelaskan pikiran-gagasan atau klarifikasi fikiran. Dalam hal ini konselor ingin mengecek penangkapan pesan yang diungkapkannya secara ekspilisi, dan keadaan klien mengenai apa yang telah diungkapkannya implisit.kkata-kat yang dapat digunakan adalah :  “Apakah saudara ingin mengatakan.....”, “coba kita lihat, apakah saya menagkap maksud saudar dengan benar?”, Betulkah dmikian?”.
Keenam, penjelasaan perasaan atau klarifikasi perasaan yang menyangkut komponen afektif dalam pesan klien. Konselor ingin mengidentifikasi apakah ia telah menangkap secara tepat atas isi, bobot, kedalam perasaan yang secara implist tlah dngkapkan klien. Ungkapan perasaan secara implisit dapat terjadi secara verbal dalam ungkapan tidak langsung. Misalnya mengecap, memerintah, menuduh, betanya, mentindir, memuji, mencela dll. Selain itu dapat pula berbentuk nonverbal, misalnya konselor merumuskan kepada klien perasaan apa yang kiranya dialaminya atau latar belakang perasaan. Dengan kata lain konselor mengadakan pemeriksaan persepsi dengan menggunakan bentuk prafase.
Ketujuh, permintaan untuk melanjutkan. Konselor mempersilahkan klien untuk memberikan ulasan lebih lanjut tentang sesuatu yang telah dikemukakannya. Isi dan arahnya ditujkan kemana, terserah kepada klien.
Kedelapan, pengulangan satu-dua kata. Dalam hal ini konselor mengulangi satu-dua kata kunci dalam bentuk kalimat tanya. Dengan tujuan supaya klien memberikan penjelasan lebiuh lanjut mengenai persoalannya. Selanjutnya, konselor dapat memilih kata-kata yang lebih mengungkapkan fikiran atau gagasan, yang lebih mengungkap perasaan.
Kesmbilan, ringkasan. Secara singkat dan dalam gairs besar, konselor merumuskan apa yang telah dikatakan mengenai bagian esensi konseling. Pada tahap kesembilan ini, terdapaty empat kemungkinan sebagai berikut :
1.      Pikiran dan gagasan telah dikemukakan oleh konseli sampai sekarang
2.      Sejumlah perasaan yang telah diungkapkan oleh konseli sampai sekarang
3.      Initi pembicaraan antar konseli dan konselor sampai sekarang; dan
4.      Initi pembicaraan selama wawancara (ringkasan pada akir wawancara).
Kesepulu, pertanyaan mengenai hal tertentu. Dalam langjkah kesepuluh ini konselor bertanya tentang hal tertentu. Misalnya “Siapa...?, “dengan maksud apa ?, apa yang...? kapan...? Bagaimana...? dll. Dalam bagian ini konselor ingin mendapat tanggapan hal tertentu, maka jawaban klien trbatas isinya, yaitu sesuai dengan hal yang ditanyakan.
Kesebelas,  pemberian umpan balik. Pemberian umpan balik terhadap keadaan seseorang disampaikan kepada klien tentang bagaimana ungkapannya, sikapnnya, dan tindakannya yang kemudian ditafsirkan oleh orang lain. Dalam hal ini konselor menyampaikan fikiran atau perasaannya mengebnai sikap klien  selama wawancara atau tentang kemajuan yang dicapai selama konseling.
Keduabelas, pemberian informasi. Dalam hal ini konselor menyampaikan pengetahuan tentang sesuatu kepada klien. Sesuatu yang sebaiknya diketahui namun ternyata belum diketahuinya. Penyampaian ini tidak termasuk unsur saran.
Ketigaelas, adalah penyajian alternatif. Dalam hal ini konselor mengemukakan beberapa alternatif ayang disugukan kepada klien, dan kliemn diminta untuk memilih slaah satu alternatif yang kemungkinan dapat diambil atau dilakukan .
Keempatbelas,  peneylidikan. Konselor mengajak untuk bersama-sama alasan pro dan kontra pada masing-masing alternatif. Memperkirakan segala akbat yang timbul jika latenatif tertentu dipilih. Biasany sangat perlu lebih dulu menentukan altrnatif-alternatif yang ada. Peneylesaian masalah, yang memungkinkan beberapa alternatif pemecahan.
Kelimabelas, pemberian struktur. Konselor memberikan petunjuk tentang urutan langkah berfikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang sebaiknya diikuti, supaya akhirnya sampai pada pemecahan atau penyelesaian masalah.
Keenambelas, kepada konseli diutarakan arti atau makna dari kata-kata atau perbuatannya. Teknik interpretasi menggali lebih dalam dari teknik penjelasan. Pada teknik penjelasan konselor memperjelas pikiran atau perasaan yang telah terungkap secara implisit kepada klien. Kalau persepsi konselor tepat, maka klien akan membenarkannya. Konselor tidak menambah sesuatu pada apa yang rtelah terungkap-sebatas hanya memperjelasnya.klien ditengah-tengah sudah menyadari pikiran atau perasaan itu.
Ketujuhbelas, konformitasi. Konselor mengarahkan perbuatan klien atas beberapa hal yang menurut pandangan konselor tidak sesuai satu sama lain. Ketidaksesuaian ini terdapat diantara dua hal yang telah dikatakan oleh klien batau diantyara ungkapan verbal dan nonverbal klien (kontradiksi) atau diantara tindakan-tindakan klien. Biasanya konseli be,um menyadari kartidaksadaran itu, maka konselor menyadakannya dengan tujuan agar klien menghadapi dengan lebih jujur.
Kedelapanbelas, diagnosis. Konselor mengatakan kepada konseli apa yang menjadi inti masalah atau mengapa masalah itu timbul. Konselor memanfaatkan semua data yang diperoleh, baik yang dikumpulkan dari klien secara langsung atau dari hasil tes psikologis, maupun dari diri klien sendiri atau oranglain. Konselor sampai pada diagnosis tertentu setelah data yang tersedia dihububngkan satu sama lain.
Kesembilanbelas, dukungan dan bimbingan. Konselor memberikan semangat pada klien, terlebuh pada saat segalanya terasa lebih sulit. Konselor dapat membesarkan hati, memberikn atau menunjukkan harapan supaya klien tidak kehilangan semangat. Namun perlu diperhatikan agar bimbingan itu tidak berlebihan dan menimblkamn kesan pada klien bahwa ia masi dianggap seperti anak kecil. Dalam ungkapannya, konselor harus hati-hat-. Jangan sampai memberikan kepastian yang sebenarnya idak dapat diberikan. Misalnya mengatakan: “pasti semuanya akan baik dan berhasil” atau “ saya yakin, saudara akan berhasil.”
Keduapuluh, penilaian. Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan objektif yang bersifat menolak pandangan, tindakan atau rencan klien. Teknik ini hanya boleh digunkan jika hubugan antara konselor dan konseli sangat baik sehingga komentar negatif konselor tidak akan merusak hubungan, bahkan akan membantu klin untuk mengahadapi secara realistis.
C.    Pemakaian bahasa nonverbal
Dalam pelaksanaan wawancara konseling, selain digunakan verbal juga dibuthkan tekni lain yang harus dipahami konselor yakni komunikasi nonverbal.
Menurut Mmchrabian, istilah perilaku nonverbal dapat diartikan secara senpit dan luas. Dalam arti sempit, perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan ayng dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata. Misalnya ekspresi wajah, gerak tangan lengan, isyarat tangan, sikap badan, anggukankepala, berbagai gerakan tungkai, dan tangan. Juga menunjuk pada gejala vokal yang menyertai kata-kata kekeliruan pada saat m,engucapkann kata-kata, berbicara, saat saat diam, kecepatan berbicara, lama bicara, volume suara, intonasi dan nada bicara.
Sedngkan dalam arti yang luas adalah berbagai cara membawa dan menapilkan diri, seperti : berjalan, duduk, cara berjalan, berpakaian, menata rambut, penggunaan kosmetik dan perhiasaan, menyentuh, singkronisasi antara bicara dan bergerak, perkengkapan kantor dll.
Berikut adalah istilah yang digunakan dalam teknik nonverbal dalam wawancara konseling, misalnya :
1.      Senyuman, untuk menyatakan sikap menerima, misalnya pada saat menyambut kedatngan konseli (sikpa dasar)
2.      Cara duduk, yaitu untuk menyatakan sikap rileks dan mau memperhatikan, misalnya membungkuk kedepan, dudik agak bersandar. Sikap badan jelas-jelas menyampaikan pesan kepada konseli.
3.      Anggukan kepala, yaitu untuk menyatakan penerimaaan menunjukkan pngertian, (sikap dasar) boleh juga menyertai kata-kata yang bertjuanmembombong (mengutkan, menunjang)
4.      Grak-gerik lengan dan tangan, yaitu untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal. Gerak-gerik semacam itu banyak vasriasinyadan mengandung macam-macam makna.
D.    Mengakhiri wawancara konseling
Sekarang sudah jelas bahwa wawancara konseli bukanlah sesuatu yang mudah, sekalipun bukan pula berart sesuatu yang sulit dilakukan.
Setelah melakukan proses konseling, tentunya klien tidak mesti diberitahu atau dipaksa untuk mengikuti hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena jika diberitahu maka ada kemungkinan klien merasakan adanya ancaman, maka akan menyebakannya bersifat defensif. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberi teladan untuk ditiru atau memberi ajakan secara tidak langsung. Meskipun kelihatannya penerapan langkah-langkah itu terbatas dalam proses wawancara, yaitu proses komunikasi tatap muka, tetapi langkah itu dapat diamnfaatkan dalam wujud tertulis. Selain itu, langkah-langkah itupun dapat juga digunakan dapat pross konseling menggunakan media, yaitu melalui radio atau televisi.










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dimpulkan sebagai berikut :
Dalam wawancara konseling, terbagi dalam beberapa fase, yakni :
1.      Garis besar wawancara
Wawancara akan berjalan dengan baik jika dilakukan dalam situasi yang tdak mengandung ancaman besar bagi peserta wawancara.
2.      Praktik wawancara konseling
Wawancara konseling terdiri dari rangkaian ungkpan dan dialog dari konseli, yang disusul dengan ungkapan balik dari konselor. Dengan begitu, wawancar4a membentuk rangkaian mata rantai, dimana mata rantai terdiri dari suatu ungkapan konselor. Ungkapan konselor berupa tanggapan verbal juga diikuti bahasa nonverbal dimaksudkan untuk membantu konseli, dengan menggunakan satu atau lebih teknik verbal. Ini tergantung dari intensitas konselor terhadap persoalam konseli.
3.      Pemakaian bahasa nonverbal
Menurut Mmchrabian, istilah perilaku nonverbal dapat diartikan secara senpit dan luas. Dalam arti sempit, perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan ayng dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata. Misalnya ekspresi wajah, gerak tangan lengan, isyarat tangan, sikap badan, anggukankepala, berbagai gerakan tungkai, dan tangan. Sedngkan dalam arti yang luas adalah berbagai cara membawa dan menapilkan diri, seperti : berjalan, duduk, cara berjalan, berpakaian, menata rambut, penggunaan kosmetik dan perhiasaan, menyentuh, singkronisasi antara bicara dan bergerak, perkengkapan kantor dll.
4.      Mngakhiri wawancara konseling.
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberi teladan untuk ditiru atau memberi ajakan secara tidak langsung. Meskipun kelihatannya penerapan langkah-langkah itu terbatas dalam proses wawancara, yaitu proses komunikasi tatap muka, tetapi langkah itu dapat diamnfaatkan dalam wujud tertulis.

DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, I dan Moh. Surya. 1981. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.
http://animenekoi.blogspot.com/2011/06/wawancara-konseling.html
Komuniksi konseling.