assalamu'alaikum..
kawan-kawan, nih sekedar membantu tugasnya. saya punya makalah tentang Tafisr Al-Imran 159. semoga makalah ini dapat membantu yahh..
JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENT YAAAA,,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wawancara konseling mungkin merupakan wawancara yang paling sensitif dari seluruh
bentuk wawancara. Wawancara konseling tidak akan terjadi kecuali bila ada
seseorang yang merasa tidak mampu menangani sendiri problemnya dan memerlukan
bantuan orang lain atau konselor yang menentukan sesi-sesi konseling yang
dibutuhkan. Masalah yang dihadapi mungkin saja bersifat sangat pribadi misalnya
persoalan-persoalan keuangan, seks, stabilitas emosional, kesehatan fisik,
pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita atas kematian teman dan anggota
keluarga.
Konseling
merupakan kegiatan yang mengandung suatu proses komunikasi antar pribai, yang
berlangsung melalui komunikasi verbal dan nonverbal dengan menciptakan kondisi
dialogis. Penerimaan, penghargaan, keikhlasan, kejujuran dan perhatian yang
murni (facilitative condition) dari konselor sangat dituntut, sehingga
klien merasa nyaman dan memungkinkannya dapat mengungkapkan dan mengekspresikan
persoalan, pemahaman, kenyataan dan pengalaman hidup. Maka dibutuhkan satu
keterampilan agar konselor dapat memberikan tanggapan verbal dan aneka reaksi
nonverbal ketika berhadapan dengan klien.
B.
Permasalahan
Dari
uraian diatas, maka penulis akan lebih merincikan tentang :
1.
Apakah
garis besar wawancara ?
2.
Bagaimana
praktik wawancara konseling ?
3.
Bagaiamanakah
cara pemakaian bahasa nonverbal ?
4.
Bagaiaman
cara mengakhiri wawancara konseling ?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
proses konseling, wawancara dapat digunakan sebagai aplikasi dari metode
komunikasi langsung, diaman konselor melakukan komnikasi langsung (tatap muka)
dengan klien. Metode ini juga disebut metode individual, yang mana konselor
melakukan komunikasi langsung secara individual dengan konseli.
A.
Garis besar wawancara
Wawancara
akan berjalan dengan baik jika dilakukan dalam situasi yang tdak mengandung
ancaman besar bagi peserta wawancara.
Dalam
pross wawancara konseling ini berlangsung melalui beberapa proses. Prosesnya
antara lain sebagai berikut :
1.
Membuktikan
kedua pihak benar-benar mendengarkan penuturan teman berbicaranya.
Dalam
hal ini, seorang konselor dan konseli saling mendengarkan dengan baik apa yang
mereka kedua tanyakan dan yang mereka berdua katakan. Jika hal ini dapat
terlaksana dengan baik maka proses wawancara konseling dapat dilakukan
ketahapan selanjunya.
2.
Lingkup
kemiripan
Apabila
proses kerja yang pertama sudah di ikuti, yaitu membuktikan kedua pihak
benar-benar mendengarkan penuturan teman berbicaranya, maka akan lebih mudah
untuk mencapai titik berikutnya. Pada titik ini, peserta wawancara bersedia untuk meneliti posisi yang ditempati
teman bicara untuk mencari kebenaran ungkapan yang disampaikan. Sedang proses
mencari posisi yang mirip akan lebih mudah jika telah dituruti kedua proses
kerja yang mengaawalinya.
B.
Praktik wawancara konesling
Wawancara
konseling terdiri dari rangkaian ungkpan dan dialog dari konseli, yang disusul
dengan ungkapan balik dari konselor. Dengan begitu, wawancar4a membentuk
rangkaian mata rantai, dimana mata rantai terdiri dari suatu ungkapan konselor.
Ungkapan konselor berupa tanggapan verbal juga diikuti bahasa nonverbal
dimaksudkan untuk membantu konseli, dengan menggunakan satu atau lebih teknik
verbal. Ini tergantung dari intensitas konselor terhadap persoalam konseli.
Dalam
prosesnya, konselor hanya menunjukkan penerimaan saja (satu teknik), atau
menunjukkan satu permintaan dan memantulkan perasaan konseli (dua teknik), atau
memantulkan fikiran dan mberikan informasi sert menanyakan al tertentu (tiga
teknik). Beberapa ungkapan verbal konselor yang bercorak tata kesopanan atau
kesopanan pergaulan sosial, sepetti ucapan “selamat siang”, pada awal
perjumpaan dan “selamat berjuimpa” pada akhir wawancara, termasuk dalam teknik
konseling verbal.
Teknik
konseling yang digunakan tedapat dalam kata-kata yang diucapkannya. Kata-kata
itu dapat dituangkan dalam bentuk kombinasi dari pertanyaan yang tersusun dari
kalimat tanya dan pernyataan dalam bentuk dukungan. Selain itu, penting untuk
diingat bahwa konselor harus hati-hati dalam memulai stau kalimat tanya, baik
krtika menggunakan kata, “Mengapa”? atau Kenapa?. Penggunaannya bisa membuat
konseli tidak nyaman karena dalam dua kalimat itu terkesan klien sedang diminta
pertanggung jawaban oleh konselor.dua kalaimat tanya diatas mengandung makna
kalau secara implisit knselor menyatakan keheranan atats apa yang terjadi pada
klien. Jika konseli memliki kesan demikian, maka dia akan cenderung menutupi
diri, alih-alih membrikan gamabar yang juur mengenai persoalan yangdihadapinya.
Penggunaan kalimat tnaya mengapa mengundang kesan bahwa ia sedang diadili,
seperti terungkapa dalam pertanyaan “Mengapa kamu mudah menjadi marah?”
Pertanyaan
seperti itu akan membuat klien menghindar dan membentengi diri. Misalnya sebuah
kata “Mengapa sih kamu terdengar mara?. Bisa diganti dengan “Apa sih yang
membuat anda menjadi marfah? Coba jelaskan! Oleh karena itu jauh sebelum
membuat daftar pertanyaan, konselor dituntut lebih mahir dalam mengawali proses
konseling. Hal ini dimaksudkan ebagai starting point-nya, sehingga
proses konseling berjalan komunikatif dan terbuka.
Pada
dasarnya dalam proses konseling terdapat trik kusus untuk memancing klien agar
memulai memaparkan problemnya. Diantara caranya adalah sebagai berikut :
Pertama,
ajakan untuk memulai. Pada fase pembukaan ini, konselor
mempersilahkan konseli untuk mnjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Pada
tahap ini konselor bisa berkata, “Apa yang inginanda bicarakan sekarang?”, Saya
dapat membanrtu dalam hal apa ?, bagaimana saya dapat membantu anda?, katakan
apa yang membratkan hatimu. Kiranya ada sesuatau yang ingin anda bicarakan
dengan saya?.
Kedua, penerimaan atau penunjukkan pengertian. Dalam hal ini konselor
menyatakan pengertiannya, dan atau penerimaan terhadap hal lain ynag terungkap
oleh klien. Misalnya “Saya mengerti, “Ya, ya...” atau dengan cara
bergumam,”Hmm...” sekaligus konseli dipersilahkan untuk meneruskan bicara.
Ketiga, perumusan kembali fikiran gagasan atau refleksi. Perumusan
kembalifikiran gagasn akan melibatkan komponen pengalamaan dan reflekis dalam
pesan konseli, disebut pikiran-gagasamn. Seluruh pengalaman, kejadian yang
ntelah disampaikan oleh klien tadi kemudian dirumuyskan kembali dalam bentuk:
1. Menggunakan kata-kata klien sendiri (parafase), 2. Menggunakan
kata-kata klien (restatement).
Keempat,
perumusan kembali perasaan atau refleksi perasaan. Dalam gal ini
konselor memantulkan kembali perasaan tentang kejadian artau pengalaman yang
diungkapkan oleh klien secara verbal atau nonverbal kepada klien dengan jelas
dan eksplisit. Pemantulan perasaan itu dirumuskan dalam bentuk restatement atau
dalam bentuk parafase. Adapun yang dipantulkan kembali adalah perasaan yang
muncul dari konseli tanpa menambah atau mengurangi.
Contoh
:
Klien : “saya sangat jengkel dengan
cara seperti itu”
Konselor : “saudar sangat dongkol ketika
mengalami perlakuan yang demikian”
Kelima,
menjelaskan pikiran-gagasan atau klarifikasi fikiran. Dalam hal ini
konselor ingin mengecek penangkapan pesan yang diungkapkannya secara ekspilisi,
dan keadaan klien mengenai apa yang telah diungkapkannya implisit.kkata-kat
yang dapat digunakan adalah : “Apakah
saudara ingin mengatakan.....”, “coba kita lihat, apakah saya menagkap maksud
saudar dengan benar?”, Betulkah dmikian?”.
Keenam, penjelasaan perasaan atau klarifikasi perasaan yang menyangkut
komponen afektif dalam pesan klien. Konselor ingin mengidentifikasi apakah ia
telah menangkap secara tepat atas isi, bobot, kedalam perasaan yang secara
implist tlah dngkapkan klien. Ungkapan perasaan secara implisit dapat terjadi
secara verbal dalam ungkapan tidak langsung. Misalnya mengecap, memerintah,
menuduh, betanya, mentindir, memuji, mencela dll. Selain itu dapat pula
berbentuk nonverbal, misalnya konselor merumuskan kepada klien perasaan apa
yang kiranya dialaminya atau latar belakang perasaan. Dengan kata lain konselor
mengadakan pemeriksaan persepsi dengan menggunakan bentuk prafase.
Ketujuh,
permintaan untuk melanjutkan. Konselor mempersilahkan klien untuk
memberikan ulasan lebih lanjut tentang sesuatu yang telah dikemukakannya. Isi
dan arahnya ditujkan kemana, terserah kepada klien.
Kedelapan, pengulangan satu-dua kata. Dalam hal ini konselor mengulangi
satu-dua kata kunci dalam bentuk kalimat tanya. Dengan tujuan supaya klien
memberikan penjelasan lebiuh lanjut mengenai persoalannya. Selanjutnya,
konselor dapat memilih kata-kata yang lebih mengungkapkan fikiran atau gagasan,
yang lebih mengungkap perasaan.
Kesmbilan,
ringkasan. Secara singkat dan dalam gairs besar, konselor
merumuskan apa yang telah dikatakan mengenai bagian esensi konseling. Pada
tahap kesembilan ini, terdapaty empat kemungkinan sebagai berikut :
1.
Pikiran
dan gagasan telah dikemukakan oleh konseli sampai sekarang
2.
Sejumlah
perasaan yang telah diungkapkan oleh konseli sampai sekarang
3.
Initi
pembicaraan antar konseli dan konselor sampai sekarang; dan
4.
Initi
pembicaraan selama wawancara (ringkasan pada akir wawancara).
Kesepulu,
pertanyaan mengenai hal tertentu. Dalam langjkah kesepuluh ini
konselor bertanya tentang hal tertentu. Misalnya “Siapa...?, “dengan maksud apa
?, apa yang...? kapan...? Bagaimana...? dll. Dalam bagian ini konselor ingin
mendapat tanggapan hal tertentu, maka jawaban klien trbatas isinya, yaitu
sesuai dengan hal yang ditanyakan.
Kesebelas,
pemberian umpan balik.
Pemberian umpan balik terhadap keadaan seseorang disampaikan kepada klien
tentang bagaimana ungkapannya, sikapnnya, dan tindakannya yang kemudian
ditafsirkan oleh orang lain. Dalam hal ini konselor menyampaikan fikiran atau
perasaannya mengebnai sikap klien selama
wawancara atau tentang kemajuan yang dicapai selama konseling.
Keduabelas,
pemberian informasi. Dalam hal ini konselor menyampaikan
pengetahuan tentang sesuatu kepada klien. Sesuatu yang sebaiknya diketahui
namun ternyata belum diketahuinya. Penyampaian ini tidak termasuk unsur saran.
Ketigaelas,
adalah penyajian alternatif. Dalam hal ini konselor mengemukakan
beberapa alternatif ayang disugukan kepada klien, dan kliemn diminta untuk
memilih slaah satu alternatif yang kemungkinan dapat diambil atau dilakukan .
Keempatbelas,
peneylidikan. Konselor
mengajak untuk bersama-sama alasan pro dan kontra pada masing-masing
alternatif. Memperkirakan segala akbat yang timbul jika latenatif tertentu
dipilih. Biasany sangat perlu lebih dulu menentukan altrnatif-alternatif yang
ada. Peneylesaian masalah, yang memungkinkan beberapa alternatif pemecahan.
Kelimabelas,
pemberian struktur. Konselor memberikan petunjuk tentang urutan
langkah berfikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang sebaiknya diikuti,
supaya akhirnya sampai pada pemecahan atau penyelesaian masalah.
Keenambelas, kepada konseli diutarakan arti atau makna dari kata-kata atau
perbuatannya. Teknik interpretasi menggali lebih dalam dari teknik penjelasan.
Pada teknik penjelasan konselor memperjelas pikiran atau perasaan yang telah
terungkap secara implisit kepada klien. Kalau persepsi konselor tepat, maka
klien akan membenarkannya. Konselor tidak menambah sesuatu pada apa yang rtelah
terungkap-sebatas hanya memperjelasnya.klien ditengah-tengah sudah menyadari
pikiran atau perasaan itu.
Ketujuhbelas,
konformitasi. Konselor mengarahkan perbuatan klien atas beberapa
hal yang menurut pandangan konselor tidak sesuai satu sama lain.
Ketidaksesuaian ini terdapat diantara dua hal yang telah dikatakan oleh klien
batau diantyara ungkapan verbal dan nonverbal klien (kontradiksi) atau diantara
tindakan-tindakan klien. Biasanya konseli be,um menyadari kartidaksadaran itu,
maka konselor menyadakannya dengan tujuan agar klien menghadapi dengan lebih
jujur.
Kedelapanbelas,
diagnosis. Konselor mengatakan kepada konseli apa yang menjadi inti
masalah atau mengapa masalah itu timbul. Konselor memanfaatkan semua data yang
diperoleh, baik yang dikumpulkan dari klien secara langsung atau dari hasil tes
psikologis, maupun dari diri klien sendiri atau oranglain. Konselor sampai pada
diagnosis tertentu setelah data yang tersedia dihububngkan satu sama lain.
Kesembilanbelas,
dukungan dan bimbingan. Konselor memberikan semangat pada klien,
terlebuh pada saat segalanya terasa lebih sulit. Konselor dapat membesarkan hati,
memberikn atau menunjukkan harapan supaya klien tidak kehilangan semangat.
Namun perlu diperhatikan agar bimbingan itu tidak berlebihan dan menimblkamn
kesan pada klien bahwa ia masi dianggap seperti anak kecil. Dalam ungkapannya,
konselor harus hati-hat-. Jangan sampai memberikan kepastian yang sebenarnya
idak dapat diberikan. Misalnya mengatakan: “pasti semuanya akan baik dan
berhasil” atau “ saya yakin, saudara akan berhasil.”
Keduapuluh,
penilaian. Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan
objektif yang bersifat menolak pandangan, tindakan atau rencan klien. Teknik
ini hanya boleh digunkan jika hubugan antara konselor dan konseli sangat baik
sehingga komentar negatif konselor tidak akan merusak hubungan, bahkan akan
membantu klin untuk mengahadapi secara realistis.
C.
Pemakaian bahasa nonverbal
Dalam
pelaksanaan wawancara konseling, selain digunakan verbal juga dibuthkan tekni
lain yang harus dipahami konselor yakni komunikasi nonverbal.
Menurut
Mmchrabian, istilah perilaku nonverbal dapat diartikan secara senpit dan luas.
Dalam arti sempit, perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan ayng
dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata. Misalnya ekspresi wajah,
gerak tangan lengan, isyarat tangan, sikap badan, anggukankepala, berbagai
gerakan tungkai, dan tangan. Juga menunjuk pada gejala vokal yang menyertai
kata-kata kekeliruan pada saat m,engucapkann kata-kata, berbicara, saat saat
diam, kecepatan berbicara, lama bicara, volume suara, intonasi dan nada bicara.
Sedngkan
dalam arti yang luas adalah berbagai cara membawa dan menapilkan diri, seperti
: berjalan, duduk, cara berjalan, berpakaian, menata rambut, penggunaan
kosmetik dan perhiasaan, menyentuh, singkronisasi antara bicara dan bergerak,
perkengkapan kantor dll.
Berikut
adalah istilah yang digunakan dalam teknik nonverbal dalam wawancara konseling,
misalnya :
1.
Senyuman,
untuk menyatakan sikap menerima, misalnya pada saat menyambut kedatngan konseli
(sikpa dasar)
2.
Cara
duduk, yaitu untuk menyatakan sikap rileks dan mau memperhatikan, misalnya
membungkuk kedepan, dudik agak bersandar. Sikap badan jelas-jelas menyampaikan
pesan kepada konseli.
3.
Anggukan
kepala, yaitu untuk menyatakan penerimaaan menunjukkan pngertian, (sikap dasar)
boleh juga menyertai kata-kata yang bertjuanmembombong (mengutkan, menunjang)
4.
Grak-gerik
lengan dan tangan, yaitu untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
Gerak-gerik semacam itu banyak vasriasinyadan mengandung macam-macam makna.
D.
Mengakhiri wawancara konseling
Sekarang
sudah jelas bahwa wawancara konseli bukanlah sesuatu yang mudah, sekalipun
bukan pula berart sesuatu yang sulit dilakukan.
Setelah
melakukan proses konseling, tentunya klien tidak mesti diberitahu atau dipaksa
untuk mengikuti hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena jika
diberitahu maka ada kemungkinan klien merasakan adanya ancaman, maka akan
menyebakannya bersifat defensif. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi teladan untuk ditiru atau memberi ajakan secara tidak langsung. Meskipun
kelihatannya penerapan langkah-langkah itu terbatas dalam proses wawancara,
yaitu proses komunikasi tatap muka, tetapi langkah itu dapat diamnfaatkan dalam
wujud tertulis. Selain itu, langkah-langkah itupun dapat juga digunakan dapat
pross konseling menggunakan media, yaitu melalui radio atau televisi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas, maka dimpulkan sebagai berikut :
Dalam wawancara
konseling, terbagi dalam beberapa fase, yakni :
1.
Garis
besar wawancara
Wawancara
akan berjalan dengan baik jika dilakukan dalam situasi yang tdak mengandung
ancaman besar bagi peserta wawancara.
2.
Praktik
wawancara konseling
Wawancara konseling terdiri dari
rangkaian ungkpan dan dialog dari konseli, yang disusul dengan ungkapan balik
dari konselor. Dengan begitu, wawancar4a membentuk rangkaian mata rantai,
dimana mata rantai terdiri dari suatu ungkapan konselor. Ungkapan konselor
berupa tanggapan verbal juga diikuti bahasa nonverbal dimaksudkan untuk
membantu konseli, dengan menggunakan satu atau lebih teknik verbal. Ini
tergantung dari intensitas konselor terhadap persoalam konseli.
3.
Pemakaian
bahasa nonverbal
Menurut
Mmchrabian, istilah perilaku nonverbal dapat diartikan secara senpit dan luas.
Dalam arti sempit, perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan ayng
dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata. Misalnya ekspresi wajah,
gerak tangan lengan, isyarat tangan, sikap badan, anggukankepala, berbagai
gerakan tungkai, dan tangan. Sedngkan dalam arti yang luas adalah berbagai cara
membawa dan menapilkan diri, seperti : berjalan, duduk, cara berjalan,
berpakaian, menata rambut, penggunaan kosmetik dan perhiasaan, menyentuh,
singkronisasi antara bicara dan bergerak, perkengkapan kantor dll.
4.
Mngakhiri
wawancara konseling.
Cara
yang dapat dilakukan adalah dengan memberi teladan untuk ditiru atau memberi
ajakan secara tidak langsung. Meskipun kelihatannya penerapan langkah-langkah
itu terbatas dalam proses wawancara, yaitu proses komunikasi tatap muka, tetapi
langkah itu dapat diamnfaatkan dalam wujud tertulis.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, I dan Moh. Surya.
1981. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.
http://animenekoi.blogspot.com/2011/06/wawancara-konseling.html
Komuniksi
konseling.